Tuesday, 20 October 2015
Jenis-Jenis Konstruksi Perkerasan Jalan Di Indonesia
Berdasarkan bahan pengikatnya konstruksi perkerasan jalan dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement)
Perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. Berikut beberapa fungsi lapisan perkerasan lentur:
a. Lapis permukaan (surface course)
• Lapis perkerasan menahan beban roda.
• Lapis kedap air.
• Lapis aus (wearing course).
• Menyebarkan beban ke lapisan bawahnya.
b. Lapis pondasi (base course)
• Menahan beban roda.
• Peresapan untuk pondasi bawah.
• Bantalan terhadap lapis permukaan.
• Menyebarkan beban ke lapisan bawahnya.
c. Lapis pondasi bawah (subbase course)
• Effisiensi penggunaan material.
• Lapis peresapan.
• Menyebarkan beban roda ke tanah dasar.
• Mengurangii tebal lapisan diatasnya.
d. Lapis tanah dasar (subgrade)
• Untuk meletakkan pondasi bawah.
2. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement)
Perkerasan yang menggunkan semen (portland cement) sebagai bahan pengikat. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh beton.
3. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement)
Perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur, dapat berupa perkerasan lentur diatas perkerasan kaku, atau perkerasan kaku diatas perkerasan lentur.
Meningkatkan Nilai CBR Pada Lapisan Tanah Dasar (Subgrade)
Meningkatkan Nilai CBR Pada Lapisan Tanah Dasar (Subgrade)
Tanah dasar (Subgrade) adalah bagian yang akan mendukung tebal perkerasan. Subgrade terletak pada seluruh lebar jalan, sehingga dapat berada pada daerah galian, timbunan, dan permukaan tanah. Bahan untuk subgrade diambil dari tanah setempat. Kecuali kondisinya jelek (CBR < 2%), maka perlu perbaikan tanah.
Untuk meningkatkan nilai CBR pada lapisan subgrade dapat digunakan beberapa cara:
1) Stabilisasi kimia
Stabilisasi kimia adalah proses penambahan zat-zat kimia pada tanah dengan tujuan memberikan tanah dasar (Subgrade) yang lebih baik. Stabilisasi kimia pada lapisan tanah dasar (Subgrade) dapat dilakukan dengan beberapa cara:
• Stabilisasi lapisan tanah dasar dengan semen
Tanah dasar yang akan distabilisasi dicampur dengan semen dalam jumlah tertentu. Tujuannya adalah untuk menurunkan plastisitas tanah, juga menurunkan potensi kembang susut tanah. Cara pelaksanaan untuk mencampur tanah dengan semen diolah di tempat lokasi bahan akan dihamparkan. Campuran tanah dan semen dihamparkan yang diikuti proses pemampatan. Sambungan antara pekerjaan lama dengan pekerjaan yang baru perlu dilakukan dengan seksama karena bahan setelah dipampatkan akan mengeras menjadi kaku (rigid).
• Stabilisasi lapisan tanah dasar dengan kapur (lime)
Penambahan dengan kapur pada tanah akan menurunkan liquid limit dan plasticity index dari tanah serta akan menaikkan kekuatan tanah. Apabila suatu tanah ditambah dengan kapur (lime) maka kapur tersebut akan mengurangi film air yang mengelilingi butiran tanah, kemudian terjadi penggumpalan butiran-butiran tanah karena kapur juga berfungsi sebagai bahan ikat. Untuk stabilisasi ini, bagi jenis tanah yang berbatu diperlukan kira-kira 2-8% kapur, sedangkan untuk tanah yang kohesif diperlukan kira-kira 5-10%. Penggunaan kapur pada tanah lempung disamping plasticity indexnya turun, sifat kembang susutnya juga berkurang. Stabilisasi dengan kapur dapat pula digunakan untuk base course dan subbase course.
• Stabilisasi lapisan tanah dasar dengan bitumen (asphalt)
Aspal yang dipakai umumnya asapal cair (cut black asphalt). Stabilisasi dengan aspal cocok untuk tanah yang berbutir. Terutama untuk jenis tanah dengan kadar butir halusnya rendah. Faktor yang mempengaruhi adalah kadar dan jenis bitumen dan juga homogenitas daripada campuran. Kadar aspal yang dipakai kira-kira diambil 2-8% dan sebelum aspal dicampurkan, kadar air tanah harus sekecil mungkin.
• Stabilisasi lapisan tanah dasar dengan polimer lateks buatan.
Telah dilakukan pembuatan (sintesa) polimer lateks dengan cara polimerisasi emulsi yang aplikasinya untuk meningkatkan California Bearing Ratio (CBR) tanah pada sub-grade jalan. Polimer lateks yang dihasilkan dikarakterisasi dengan Fourier Transform Infrared (FTIR). Kemudian dilakukan pengujian CBR pada tanah yang dipadatkan setelah dicampur dengan polimer tersebut. Pengukuran CBR dilakukan juga pada sampel yang direndam dalam air selama 4 hari. Diperoleh bahwa polimer lateks buatan ini memberikan hasil yang sangat memuaskan dibandingkan dengan polimer lateks lain (import). Hasil uji CBR memberikan nilai CBR sekitar 15-18 % terhadap tanah murni dengan pemadatan yang sama.
Tanah berbentuk butiran berpori-pori besar yang berada diantaranya. Pori-pori ini umumnya akan terisi oleh udara dan air. Keberadaan pori-pori ini akan mnyulitkan proses pemadatan karena tekanan udara pada pori tersebut melawan gaya pemadatan dari mesin. Hal ini juga tetap terjadi meskipun tanah yang dipadatkan terlebih dahulu dibasahi dengan air. Kekuatan tanah akan maksimum bila pori-pori diisi dengan bahan yang dapat menggantikan udara dan sekaligus dapat merekat antara butiran yang satu dengan yang lainnya. Dan bahan tersebut adalah polimer binder yang berbentuk lateks emulsi.
• Stabilisasi lapisan tanah dasar lainnya
Perbaikan tanah dasar dapat menggunakan sodium klorida yang dimodifikasi dengan kapur. Metode konstruksinya serupa dengan pondasi yang distabilkan dengan sodium klorida.
Beberapa material juga dapat digunakan, seperti sodium silikat, asam fosfat, beberapa bahan kedap air yang mengandung damar, bahan pengikat yang mengandung damar seperti aniline furfural dan calcium acrylate, organik lainnya yang bersifat anti air. Tidak satupun dari bahan-bahan ini yang telah digunakan secara luas. Salah satu masalah pada bahan stabilisasi organik ialah bahwa bahan ini akan termakan oleh bakteri tanah.
2) Stabilisasi mekanis
Stabilisasi mekanis merupakan perbaikan struktur, susunan butiran, sifat-sifat mekanis dari tanah. Stabilisasi mekanis dapat dilakukan dengan beberapa cara:
• Memampatkan tanah dasar
Keadaan tanah dalam suatu volume terdiri dari unsur-unsur solid, air dan udara. Apabila tanah tersebut dimampatkan maka volumenya akan berkurang. Sedangkan apabila kemampatan maksimal dicapai, maka volume udara akan mencapai nol. Ukuran kemampatan dinyatakan sama dengan berat volume kering. Tujuannya adalah untuk menaikkan daya dukung tanah, mengurangi (settlement) saat menerima beban, dan mengurangi pengaruh air terhadap tanah. Caranya, mesin pemadat dijalankan bolak-balik di atas daerah subgrade sebelum lapisan jalan yang lain dibangun. Pengerjaan ini akan berhenti sampai kepadatan tanah melampaui 97% kepadatan tanah asli (laboratorium). Jika tebal lapisan subgrade beberapa meter, maka pemadatan tanah dengan metode ini memakan waktu yang lama serta biaya yang tinggi.
• Mencampur tanah dasar dengan bahan yang lebih baik.
Perbaikan ini dapat dilakukan dengan memperbaiki serta menurunkan presentase butiran lempung (clay), karena lempung mempunyai kembang susut yang sangat tinggi. Apabila suatu tanah mengandung sedikit tanah liat yang berfungsi sebagai perekat, maka tanah tersebut dapat diperbaiki dengan cara mencampurkan tanah dengan kandungan tanah liat yang besar. Jika tanah terlalu banyak mengandung tanah liat, maka kondisi tanah tersebut akan sangat pekat apabila berhubungan dengan air dan perbaikannya dapat diperoleh dengan menambahkan pasir.
3) Menimbun muka tanah asli dengan bahan timbunan yang lebih baik. (CBR yang lebih tinggi.
Subgrade biasanya adalah tanah setempat yang dipadatkan. Tetapi bila jalan terletak pada peninggian dan perkerasan jalan harus terletak pada suatu jarak (ketinggian) dari daerah sekitarnya, maka material tanah timbunan ini harus lebih baik dari material tanah asli. Tanah-tanah subgrade menjadi lebih kokoh dibanding dengan aslinya, akibat pemadatan atau karena adanya tanah urug dengan material yang lebih baik, disebut improved subgrade.
Friday, 16 October 2015
Kerusakan Pada Jalan
Kerusakan Jalan
Penanganan konstruksi perkerasan apakah itu bersifat pemeliharaan, penunjang, peningkatan, ataupun rehabilitasi dapat dilakukan dengan baik setelah kerusakan-kerusakan yang timbul pada perkerasan tersebut dievaluasi mengenai penyebab dan akibat mengenai kerusakan tersebut. Besarnya pengaruh suatu kerusakan dan langkah penanganan selanjutnya sangat tergantung dari evaluasi yang dilakukan oleh sipengamat, oleh karena itu sipengamat haruslah orang yang benar-benar menguasai jenis dan sebab serta tingkat penanganan yang dibutuhkan dari kerusakan-kerusakan yang timbul.
Kerusakan pada perkerasan konstruksi jalan dapat disebabkan oleh:
• Lalulintas yang dapat berupa peningkatan beban dan repetisi beban.
• Air yang dapat berasal dari air hujan, sistem drainase jalan yang tidak baik, naiknya air dengan sifat kapilaritas.
• Material konstruksi perkerasan. Dalam hal ini dapat disebabkan oleh sifat material itu sendiri atau dapat pula disebabkan oleh sistem pengolahan yang tidak baik.
• Iklim. Indonesia beriklim tropis, dimana suhu udara dan curah hujan umumnya tinggi, yang dapat merupakan salah satu penyebab kerusakan jalan.
• Kondisi tanah dasar yang tidak stabil. Kemungkinan disebabkan oleh sistem pelaksanaan yang kurang baik, atau dapat juga disebabkan oleh sifat dasar yang memang jelek.
• Proses pemadatan di atas lapisan tanah dasar yang kurang baik.
Dalam mengevaluasi kerusakan jalan perlu ditentukan :
Jenis kerusakan (disterss type) dan penyebabnya.
Tingkat kerusakan (distress severity)
Jumlah kerusakan (distress amount)
Sehingga dengan demikian dapat ditentukan jenis penanganan yang paling sesuai.
Subscribe to:
Posts
(
Atom
)